Ide tentang
planet berubah-ubah sepanjang sejarah, mulai dari bintang pengelana abadi pada zaman antik hingga benda
kebumian pada zaman modern. Konsep ini meluas tidak hanya di Tata Surya saja,
tetapi sudah mencapai ratusan sistem luar surya lainnya. Ambiguitas yang
terdapat dalam definisi planet telah menjadi kontroversi di kalangan ilmuwan.
Lima planet
klasik yang dapat
dilihat mata telanjang sudah diketahui sejak zaman kuno dan pengaruhnya sangat
besar di dunia mitologi, kosmologi agama, dan astronomi kuno. Pada zaman itu, astronom mengetahui bagaimana
cahaya-cahaya tertentu bergerak melintasi langit relatif terhadap bintang lain.
Bangsa Yunani kuno menyebut cahaya tersebut πλάνητες ἀστέρες (planetes asteres,
"bintang pengelana") atau "πλανήτοι" saja (planētoi,
"pengelana"), yang dari situlah kata "planet" terbentuk. Di
Yunani, Cina, Babilonia kuno, dan seluruh peradaban
pra-modern, diyakini bahwa Bumi berada di pusat
Alam Semesta dan semua
"planet" mengelilingi Bumi. Alasan munculnya sudut pandang ini adalah
bintang dan planet tampak berputar mengitari Bumi setiap hari dan persepsi akal
sehat bahwa Bumi
bersifat padat dan tetap, tidak bergerak dan diam.
Babilonia
Peradaban
pertama yang dikenal memiliki teori fungsional tentang planet adalah bangsa Babilonia, penduduk Mesopotamia pada milenium
pertama dan kedua SM. Teks astronomi planet tertua yang masih ada adalah Tablet Venus dari Ammisaduqa, salinan daftar pengamatan gerakan
planet Venus abad ke-7 SM yang diduga dirancang pada milenium kedua SM. MUL.APIN adalah
sepasang tablet kuneiform tertanggal abad ke-7 SM yang mencatat
gerakan Matahari, Bulan, dan planet-planet sepanjang tahun. Sejumlah astrolog Babilonia juga menetapkan dasar-dasar astrologi Barat. Enuma anu enlil, ditulis saat periode Neo-Assyria pada abad ke-7
SM, terdiri dari daftar omen dan
hubungannya dengan berbagai fenomena langit, termasuk gerakan planet-planet. Venus, Merkurius, dan planet terluar Mars, Yupiter, dan Saturnus diidentifikasi oleh sejumlah astronom Babilonia. Semuanya adalah planet yang pernah
diketahui manusia sampai ditemukannya teleskop pada awal zaman modern.
Astronomi Yunani-Romawi
Lihat pula: Astronomi Yunani
7 planet Ptolomeus
|
||||||
Bangsa Yunani
Kuno awalnya tidak setertarik bangsa Babilonia dalam mempelajari planet. Pengikut Pythagoras pada abad ke-6 dan 5 SM tampaknya
sudah mengembangkan teori keplanetannya sendiri yang terdiri dari Bumi,
Matahari, Bulan, dan planet-planet mengelilingi "Api Tengah" di pusat
Alam Semesta. Pythagoras atau Parmenides dikabarkan merupakan orang pertama yang mengidentifikasi
bintang senja dan bintang pagi (Venus) sebagai satu benda. Pada abad ke-3 SM, Aristarkhus
dari Samos mengusulkan
sistem heliosentris, yang berarti
Bumi dan planet mengitari Matahari. Akan tetapi, sistem geosentris terus mendominasi
peradaban dunia sampai Revolusi Ilmiah.
Pada periode
Hellenistik abad ke-1 SM,
bangsa Yunani mulai mengembangkan skema matematika untuk memperkirakan posisi
planet-planet. Skema yang berdasarkan geometri alih-alih aritmetika Babilonia
ini kelak mengusangkan teori kompleks dan kelengkapan Babilonia. Kebanyakan
pergerakan astronomis yang diamati dari Bumi dengan mata telanjang menggunakan
skema ini. Teori Yunani ini baru dijelaskan secara lengkap di Almagest karya Ptolomeus pada abad ke-2 M. Model Ptolomeus ini begitu lengkap dan
dominan sampai-sampai semua teori astronomi sebelum ini dianggap usang dan Almagest
menjadi teks astronomi resmi di dunia Barat selama 13 abad. Bangsa Yunani dan
Romawi mengenal tujuh planet, masing-masing dianggap mengelilingi Bumi sesuai hukum kompleks Ptolomeus.
Planet-planet tersebut adalah (sesuai urutan Ptolomeus dari Bumi): Bulan,
Merkurius, Venus, Matahari, Mars, Yupiter, dan Saturnus.
India
Pada tahun 499
CE, astronom India Aryabhata membuat model planet yang memasukkan rotasi Bumi di sumbunya.
Ia menjelaskan hal tersebut sebagai penyebab bintang tampak bergerak ke barat.
Ia juga meyakini bahwa orbit planet berbentuk elips. Pengikut Aryabhata sangat banyak di India Selatan, tempat
prinsip-prinsipnya soal rotasi diurnal Bumi diakui dan sejumlah karya lanjutan
yang didasarkan pada teori tersebut dibuat.
Tahun 1500, Nilakantha Somayaji dari mazhab
astronomi dan matematika Kerala merevisi model Aryabhata dalam karyanya yang berjudul Tantrasangraha. Dalam Aryabhatiyabhasya,
komentar terhadap Aryabhatiya-nya Aryabhata, ia mengembangkan model
planet berupa Merkurius, Venus, Mars, Yupiter, dan Saturnus mengelilingi
Matahari dan Matahari mengelilingi Bumi, mirip sistem Tychonik yang kelak diusulkan Tycho Brahe pada akhir
abad ke-16. Kebanyakan astronom mazhab Kerala yang menjadi pengikutnya menerima
model planet usulannya.
Astronomi Islam abad pertengahan
Pada abad
ke-11, transit Venus diamati oleh Ibnu Sina, yang menetapkan bahwa Venus kadang berada di bawah Matahari. Pada abad ke-12, Ibnu Bajjah mengamati
"dua planet berupa titik hitam di permukaan Matahari", yang kelak
diketahui sebagai transit Merkurius dan Venus oleh astronom Maragha, Qotb al-Din Shirazi, pada abad ke-13. Sayangnya, Ibnu
Bajjah dianggap mustahil telah mengamati transit Venus, karena fenomena
tersebut memang tidak pernah terjadi seumur hidupnya.
Renaisans Eropa
Plane Renaisans, ca. 1543 sampai 1781
|
|||||
Lihat pula: Heliosentrisme
Dengan
dimulainya Revolusi Ilmiah, pemahaman
terhadap kata "planet" berubah dari sesuatu yang bergerak melintasi
langit (relatif terhadap lautan
bintang); menjadi
benda yang mengelilingi Bumi (atau sesuatu yang dianggap seperti itu pada zaman
tersebut); dan menjadi sesuatu yang langsung mengelilingi Matahari setelah model heliosentrisCopernicus, Galileo, dan Kepler diakui publik pada abad ke-16.
Karena itu,
Bumi dimasukkan ke daftar planet, sementara Matahari dan Bulan tidak. Awalnya,
ketika satelit-satelit pertama Yupiter dan Saturnus ditemukan pada abad ke-17,
kata "planet" dan "satelit" sering dipakai bolak-balik,
namun "satelit" semakin sering dipakai pada abad selanjutnya. Sampai
pertengahan abad ke-19, jumlah "planet" tumbuh pesat karena
benda-benda baru yang ditemukan mengelilingi Matahari langsung digolongkan
sebagai planet oleh komunitas ilmuwan.
Abad ke-19
Planet baru, 1807–1845
|
||||||||||
Pada abad
ke-19, para astronom mulai menyadari bahwa benda-benda baru yang sebelumnya
dikelompokkan sebagai planet selama nyaris setengah abad (seperti Ceres, Pallas, dan Vesta) justru jauh berbeda daripada planet tradisional.
Benda-benda ini berada di kawasan yang sama antara Mars dan Yupiter (sabuk asteroid) dan massanya
lebih kecil, karena itu mereka digolongkan sebagai "asteroid". Karena tidak adanya definisi resmi, kata
"planet" akhirnya dipahami sebagai benda "besar" apapun
yang mengitari Matahari. Sejak ditemukannya celah raksasa antara asteroid dan
planet, dan penemuan-penemuan baru berakhir setelah Neptunus ditemukan tahun
1846, definisi resmi tersebut akhirnya dihapus.
Abad ke-20
Planet 1854–1930, 2006–sekarang
|
|||||||
Pada abad
ke-20, Pluto ditemukan. Setelah serangkaian
pengamatan awal menyimpulkan benda ini lebih besar daripada Bumi, benda ini
langsung diterima sebagai planet kesembilan. Pengamatan selanjutnya justru
membuktikan bahwa benda ini berukuran lebih kecil: tahun 1936, Raymond Lyttleton berpendapat bahwa Pluto bisa jadi
satelit Neptunus yang keluar jalur, dan pada tahun 1964 Fred Whipple berpendapat bahwa Pluto mungkin saja berupa kome. Namun
karena ukurannya lebih besar daripada semua asteroid yang diketahui dan
tampaknya tidak eksis di dalam populasi yang lebih besar, status Pluto tetap
planet sampai tahun 2006.
Planet 1930–2006
|
||||||||
Pada tahun
1992, astronom Aleksander Wolszczan dan Dale
Frail menemukan sejumlah
planet yang mengelilingi sebuah pulsar, PSR B1257+12. Penemuan ini
umumnya dianggap sebagai deteksi pasti terhadap sistem planet yang mengitari
bintang lain. Kemudian pada 6 Oktober 1995, Michel Mayor dan Didier
Queloz dari Universitas Jenewa melaksankan deteksi pasti pertama
terhadap eksoplanet yang mengelilingi sebuah bintang deret utama biasa (51 Pegasi).
Penemuan planet
luar surya berujung pada ambiguitas lain mengenai definisi planet, pada titik
ketika planet menjadi bintang. Banyak planet luar surya yang sudah diketahui
bermassa lebih besar daripada Yupiter, mendekati benda-benda bintang yang
dikenal sebagai "katai coklat". Katai
cokalt umumnya dianggap bintang karena mampu melakukan fusi deuterium, isotop hidrogen yang lebih berat. Jika bintang berukuran 75 kali Yupiter
mampu memfusikan hidrogen, hanya bintang berukuran 13 kali Yupiter yang bisa
memfusikan deuterium. Tetapi, deuterium agak langka dan sebagian besar katai
coklat sudah duluan selesai memfusikan deuterium sebelum ditemukan, sehingga
sulit dibedakan dari planet-planet supermasif.
Abad ke-21
Dengan
ditemukannya banyak objek di Tata Surya dan objek yang lebih besar di sistem
lain pada paruh akhir abad ke-20, muncul permasalahan tentang hal-hal yang
membentuk suatu planet. Ada perdebatan mengenai apakah suatu objek bisa
dianggap planet jika berada di dalam populasi jauh seperti sabuk atau cukup besar untuk menciptakan
energi sendiri melalui fusi termonuklirdeuterium.
Banyak astronom
yang berpendapat agar Pluto dikeluarkan dari kelompok planet, karena banyak
benda sejenis yang ukurannya mirip ditemukan di wilayah Tata Surya yang sama (sabuk Kuiper) pada tahun
1990-an dan awal 2000-an. Pluto terbukti hanyalah satu benda kecil di antara
ribuan benda serupa lainnya.
Sejumlah benda
seperti Quaoar, Sedna, dan Eris disebut-sebut
sebagai planet kesepuluh oleh pers, tetapi tidak diakui secara luas oleh
komunitas ilmuwan. Penemuan Eris tahun 2005, benda yang 27% lebih besar
daripada Pluto, menciptakan rasa penasaran publik tentang definisi planet
secara resmi.
Melihat masalah
ini, IAU merancang definisi planet dan menetapkannya pada Agustus 2006. Jumlah planet
berkurang menjadi delapan benda besar yang telah "membersihkan" orbitnya (Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter,
Saturnus, Uranus, dan Neptunus). IAU juga membuat kelompok planet katai yang awalnya
ditempati tiga benda (Ceres, Pluto, dan Eris).
Definisi planet luar surya
Pada tahun
2003, International
Astronomical Union (IAU) Working Group on Extrasolar Planets membuat pernyataan tentang
definisi planet yang mencakup definisi pembuka berikut, kebanyakan berfokus
pada batasan antara planet dan katai coklat:
Objek yang massa
sejatinya di bawah batas
massa untuk fusi termonuklir deuterium (saat ini terhitung 13 kali massa
Yupiter untuk objek dengan kelimpahan isotop yang setara dengan Matahari) yang
mengorbit bintang atau sisa bintang adalah "planet" (tidak penting
bagaimana terbentuknya). Massa dan ukuran minimal yang disyaratkan untuk objek
luar surya agar bisa dianggap planet harus sama seperti syarat planet Tata
Surya.
- Objek subbintang yang massa sejatinya di atas batas massa untuk fusi termonuklir deuterium adalah "katai coklat", tidak penting bagaimana terbentuknya atau di mana lokasinya.
- Objek berkelana bebas di gugus bintang muda yang massanya di bawah batas massa untuk fusi termonuklir deuterium bukanlah "planet", melainkan "katai sub-coklat" (atau nama apapun yang pantas).
Definisi ini
mulai dipakai secara luas oleh astronom saat menerbitkan penemuan eksoplanet di
jurnal akademik. Meski
sementara, definisi ini mulai efektif sampai definisi permanen secara resmi
diadopsi. Sayangnya, definisi ini tidak menangani masalah batas rendah massa,
sehingga menjauhi kontroversi seputar objek di dalam Tata Surya. Definisi ini
juga tidak menangani status planet katai coklat yang punya orbit, seperti 2M1207b.
Salah satu
definisi katai sub-coklat adalah benda bermassa planet yang terbentuk melalui
kolaps awan, bukannya akresi. Perbedaan
pembentukan antara katai sub-coklat dan planet ini belum diakui secara
universal. Para astronom masih terbagi menjadi dua kubu dalam mempertimbangkan
proses pembentukan planet sebagai bagian dari pengelompokannya. Satu alasan
kekecewaan ini adalah kadang mustahil menentukan proses pembentukan planet.
Misalnya, planet pengorbit bintang yang terbentuk oleh akresi bisa terlempar
dari sistem dan menjadi pengelana bebas. Seblaiknya, katai sub-coklat yang
terbentuk oleh kolaps awan terbentuk sendiri di sebuah gugus bintang yang bisa
terperangkap dalam orbit suatu bintang.
Planet katai 2006–sekarang
|
||||
Ceres
|
Pluto
|
Makemake
|
Haumea
|
Eris
|
Syarat 13 kali
massa Yupiter adalah perkiraan, bukan sesuatu yang bersifat pasti. Sebuah
pertanyaan pun muncul: Apa itu pembakaran deuterium? Pertanyaan ini muncul karena
objek-objek besar akan membakar sebagian besar deuteriumnya dan objek kecil
hanya membakar sedikit, dan 13 massa Yupiter berada di antara keduanya. Jumlah
deuterium yang dibakar tidak hanya tergantung pada massa, tetapi juga komposisi
planetnya, tepatnya pada jumlah helium dan deuterium yang ada.
Kriteria lain
yang memisahkan planet dan katai coklat selain pembakaran deuterium, proses
pembentukan, atau lokasi adalah apakah tekanan intinya didominasi oleh tekanan coulomb atau tekanan degenerasi elektron.
Definisi 2006
Masalah batasan
rendah disampaikan pada rapat Majelis
Umum IAU tahun 2006.
Setelah debat panjang dan satu proposal gagal, majelis memungut suara untuk
mengesahkan resolusi yang mendefinisikan planet di Tata Surya sebagai:
Benda langit
yang (a) berada di orbit mengitari Matahari, (b) memiliki massa yang cukup agar
gravitasinya melebihi gaya benda tegar sehingga memiliki kesetimbangan hidrostatik (nyaris bulat), dan (c) telah membersihkan lingkungan di sekitar orbitnya.
Sesuai definisi
tersebut, Tata Surya dianggap memiliki delapan planet. Benda-benda yang
memenuhi dua syarat pertama namun tidak yang ketiga (seperti Pluto, Makemake,
dan Eris) dikelompokkan sebagai planet katai dengan syarat
mereka juga bukan merupakan satelit alami planet lain.
Awalnya komite IAU mengusulkan definisi yang mencakup banyak planet karena poin
(c) belum dibuat. Setelah diskusi panjang, pemungutan suara selanjutnya
memutuskan benda-benda tersebut dikelompokkan sebagai planet katai.
Definisi ini
didasarkan pada teori-teori pembentukan planet, yaitu ketika embrio planet
sudah membersihkan orbitnya dari objek-objek kecil. Seperti yang dijelaskan
astronom Steven
Soter:
Hasil akhir
dari akresi cakram kedua adalah sedikitnya benda yang relatif besar (planet)
baik di orbit bebas atau resonan yang mencegah tabrakan antarbenda. Planet dan
komet kecil, termasuk KBO [objek sabuk Kuiper] berbeda dari planet karena
mereka bisa bertabrakan dengan planet atau satu sama lain.
Pasca
pemungutan suara IAU tahun 2006, muncul kontroversi dan perdebatan seputar
definisi ini. Banyak astronom yang memutuskan tidak menggunakannya. Sebagian
perdebatan tersebut terpusat pada keyakinan bahwa poin (c) (membersihkan orbit)
seharusnya tidak disertakan dan objek-objek yang sekarang dikategorikan planet
katai harusnya menjadi bagian dari definisi planet yang lebih luas.
Di luar
komunitas ilmuwan, Pluto memiliki dampak budaya yang kuat di masyarakat karena
status planetnya sejak ditemukan tahun 1930. Penemuan Eris diberitakan
besar-besaran oleh media sebagai planet kesepuluh, sehingga klasifikasi ulang ketiga objek tersebut
sebagai planet katai banyak menarik perhatian media dan publik.
Klasifikasi sebelumnya
Benda
|
Klasifikasi
terkini
|
Catatan
|
||
Satelit
|
||||
Satelit
|
Empat satelit terbesar Yupiter,
dikenal dengan nama satelit-satelit Galileo.
Galileo Galilei
menyebutnya "Planet-Planet Medici" yang diambil dari nama patronnya, keluarga Medici.
|
|||
Satelit
|
||||
Planet katai
|
Asteroid
pertama yang diketahui sejak ditemukan antara 1801 dan 1807 sampai
dikelompokkan ulang sebagai asteroid pada 1850-an.
|
|||
Asteroid
|
||||
Asteroid
|
Banyak asteroid ditemukan antara 1845 dan 1851.
Perkembangan daftar planet yang cepat mendorong pengelompokan ulang
benda-benda ini sebagai asteroid oleh para astronom. Klaim ini baru diakui
pada tahun 1854.
|
|||
Planet katai
|
Benda
trans-Neputunus pertama yang diketahui (yaitu
planet minor dengan sumbu semi-mayor
di luar Neptunus).
Pada tahun 2006, Pluto dikelompokkan sebagai planet katai.
|
|||
Planet katai
|
Ditemukan tahun 2003, benda trans-Neputunus ini diakui
pada tahun 2005 sebelum akhirnya dikelompokkan sebagai planet katai seperti Pluto
pada tahun 2006.
|
|||
Mitologi dan pemberian nama
Nama-nama
planet di dunia Barat berasal dari praktik pemberian nama Romawi, yang justru
berasal dari kebiasaan bangsa Yunani dan Babilonia. Di Yunani kuno, dua benda
bersinar raksasa, Matahari dan Bulan, disebut Helios dan Selene; planet
terjauh (Saturnus) disebut Phainon, sang penerang; diikuti oleh Phaethon
(Yupiter), "cerah"; planet merah (Mars) dikenal dengan sebutan Pyroeis,
"berapi-api"; planet paling terang (Venus) disebut Phosphoros,
pembawa cahaya;dan planet terakhir (Merkurius) disebut Stilbon,
berseri-seri. Bangsa Yunani juga membuat setiap planet suci bagi salah satu
dewanya, Dua Belas Dewa Olimpus: Helios dan Selene adalah nama planet
dan dewa; Phainon dipersembahkan untuk Cronus, Titan yang merupakan
ayah para dewa Olimpus; Phaethon dipersembahkan untuk Zeus, putra Cronus yang menggulingkannya dari takhta raja;
Pyroeis dipersembahkan untuk Ares, putra Zeus dan dewa perang;
Phosphoros dipimpin oleh Afrodit, dewi cinta; dan Hermes, perantara para dewa dan dewa ilmu dan akal, memimpin
Stilbon.
Praktik bangsa
Yunani yang memberikan nama-nama planet sesuai nama dewanya hampir seutuhnya
berasal dari kebiasaan bangsa Babilonia. Bangsa Babilonia mengambil nama Phosphoros dari nama dewi
cintanya, Ishtar; Pyroeis dari
dewa perang, Nergal, Stilbon dari
dewa kebijaksanaan Nabu, dan Phaethon
dari dewa pemimpin, Marduk. Ada banyak
kesamaan antara aturan penamaan Yunani dan Babilonia, padahal mereka berbeda
zaman. Terjemahannya pun tidak sempurna. Misalnya, Nergal-nya Babilonia adalah
dewa perang dan bangsa Yunani menyamakannya dengan Ares. Namun tidak seperti
Ares, Nergal adalah dewa penyakit dan akhirat.
Saat ini,
banyak orang di dunia Barat mengenal planet dengan nama-nama yang diambil dari
dewa-dewa Olympus. Jika bangsa Yunani modern masih memakai nama kuno untuk
menyebut planet, sejumlah bahasa Eropa justru memakai nama Romawi (Latin)
karena pengaruh Kekaisaran
Romawi dan Gereja Katolik. Bangsa
Romawi, seperti Yunani, adalah orang Indo-Eropa yang saling berbagi mitologi dengan nama-nama yang berbeda, namun
tidak punya tradisi narasi seperti yang dipersembahkan budaya sastra Yunani
untuk dewa-dewanya. Pada periode
akhir Republik Romawi, para penulis
meminjam banyak sekali narasi Yunani dan menerapkannya ke mitologi mereka
sampai keduanya tidak bisa dibedakan. Saat bangsa Romawi mempelajari astronomi
Yunani, mereka memberi nama planet sesuai nama dewa-dewanya sendiri: Mercurius (untuk Hermes), Venus (Afrodit), Mars (Ares), Iuppiter (Zeus), dan Saturnus (Cronus). Ketika planet-planet selanjutnya ditemukan
pada abad ke-18 dan 19, praktik pemberian namanya berlanjut untuk Neptūnus (Poseidon). Uranus unik karena diambil dari nama dewa Yunani alih-alih versi
Romawinya.
Sejumlah orang Romawi, sesuai kepercayaan yang mungkin
berasal dari Mesopotamia tetapi
berkembang di Mesir
Yunani, percaya bahwa
tujuh dewa yang menjadi sumber nama planet tersebut menjaga Bumi secara bergilir.
Urutan giliran tersebut dari jauh ke dekat adalah Saturnus, Yupiter, Mars,
Matahari, Venus, Merkurius, Bulan. Hasilnya, hari pertama dimulai oleh Saturnus
(jam ke-1), hari kedua oleh Matahari (jam ke-25), diikuti Bulan (jam ke-49),
Mars, Merkurius, Yupiter, dan Venus. Karena setiap hari diberi nama sesuai dewa
yang mengawalinya, begitu pula dengan urutan nama
hari dalam kalender Romawi yang masih dipakai di sejumlah bahasa modern setelah siklus Nundinal ditolak. Dalam bahasa Inggris, Saturday, Sunday,
dan Monday adalah terjemahan langsung dari nama-nama Romawi ini. Nama
hari yang lain berasal dari dari Tiw, (Tuesday) Wóden (Wednesday), Thunor (Thursday), dan Fríge (Friday), dewa Anglo-Saxon yang sama seperti Mars, Merkurius, Yupiter, dan Venus.
Bumi (Earth)
adalah satu-satunya planet yang namanya dalam bahasa Inggris tidak diambil dari
mitologi Yunani-Romawi. Karena Bumi sendiri baru diakui sebagai planet pada
abad ke-17,[36] tidak ada
tradisi memberinya nama sesuai nama dewa. Kata Earth berasal dari bahasa
Anglo-Saxonerda yang berarti daratan atau tanah dan pertama dipakai untuk
menyebut Bumi sekitar tahun 1300. Sebagaimana bahasa
Jermanik lainnya, kata
ini berasal dari bahasa Proto-Jermanertho,
"daratan", dan terlihat kesamaannya pada kata earth dalam
bahasa Inggris, Erde dalam bahasa Jerman, aarde dalam bahasa
Belanda, dan jord dalam bahasa Skandinavia. Banyak bahasa Roman yang memakai
kata Roman lama terra (atau variasinya). Kata tersebut dipakai dengan makna
"daratan kering", bukannya "laut". Bahasa-bahasa non-Roman
memakai katanya sendiri. Bangsa Yunani tetap memakai nama asli mereka, Γή(Ge).
Budaya
non-Eropa memakai sistem penamaan planet yang berbeda. India memakai sistem berdasarkan Navagraha, yang mencakup
tujuh planet tradisional (Surya untuk Matahari, Chandra untuk Bulan, dan Budha, Shukra, Mangala, Bṛhaspati, dan Shani untuk Merkurius, Venus, Mars, Yupiter, dan Saturnus) dan
nodus
bulan naik dan turun
Rahu dan Ketu. Cina dan negara-negara Asia Timur sudah
lama terkena pengaruh
budaya Cina (seperti
Jepang, Korea, dan Vietnam) dengan sistem penamaan yang didasarkan pada lima
elemen Cina: air (Merkurius), logam (Venus), api (Mars), kayu (Yupiter), dan tanah (Saturnus).
0 comments: